PERAN SILVIKA DALAM PERKEMBANGAN SILVIKULTUR INTENSIF


I.                   PENDAHULUAN

Silvikultur merupakan suatu ilmu dan seni menghasilkan serta memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silvika untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya (Arief 2001).Silvika adalah ilmu dasar dari ilmu silvikultur. Silvikultur berkenaan dengan control pembentukan, dan kualitas vegetasi hutan. Hal ini hanya dapat dilakukan pada setiap hutan yang berlokasi tertentu, bila tersedia tujuan pengelolaan yang jelas dan tegas, yang melukiskan apa yang akan di capai. Kontrol silvikultur terhadap pembangunan hutan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan biologi, sebab dalam ilmu disiplin kehutanan pada dasarnya mengikuti kaidah-kaidah ilmu  biologi sehingga pengelolaannya dapat menjadi lebih efisien serta mendapatkan kualitas tanaman yang bernilai ekonomis yang tinggi.
Dengan berkembangnya susunan masyarakat dan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan sumber daya meningkat intensitas dan diversitasnya. Efinisi Silvikultur Silvik ialah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon dan tegakan hutan dalam kaitannya dengan factor-faktor lingkungannya. Silvikultur ialah ilmu dan seni menghasilkan dan memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silvik untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya. Kehutanan ialah ilmu, seni dan praktek mengurus dan mengelolah sumberdaya hutan secara lestari bagi manfaat manusia. Hutan ialah suatu lapangan betumbuhan pohon-pohon yang secara seluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistem.
Asas Kelestarian Hasil ialah dasar atau pegangan seorang rimbawan dalam mengelolah hutan yang bertujuan menanam hasil hutan berupa kayu maupun non kayu secara lestari, tanpa membahayakan kemampuan berproduksinya. Rimbawan ialah seseorang yang karena berpendidikan, pelatihan dan pengalamannya, berkeahlian dan mampu melaksanakan kegiatan-kegitan kehutanan.
Seorang Silvikulturis tidaklah menanam pohon hanya sekedar supaya pohon tumbuh kuat ditinjau dari fisiologisnya, tetapi dengan tujuan bermanfaat bagi manusia secara biologis maupun ekonomis. Kontrol silvikultur terhadap struktur dan tegakan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan biologi, pengelolaan dan ekonomis. secara keseluruhan telah memasuki zaman baru yang mempunyai pengertian umum terhadap konservasi sumber daya alam yang berarti “Pemanfaatan sumber daya alam yang bijaksana”.
Kemudahan informasi yang penting tentang suatu bentuk hutan menambah wawasan baru dan merubah pola pikir masyarakat tentang hutan itu sendiri serta membantu dalam mempelajari dan menganalisa suatu bentuk hutan yang akan menjadi objek, yang perlu dilestarikan. Semua praktikum yang dilakukan  bermanfaat bagi pengelolaan hutan selanjutnya, karena dengan melakukan praktikum ini ,kita dapat mengetahui dasar- dasar ilmu silvikultur untuk dapat mengolah hutan.
Secara garis besar batasan silvikultur dengan mengutip pendapat Asosiasi Ahli kehutanan Amerika ( Nylan, 2002 ) sebagai berikut :
·         Seni untuk membangun dan memelihara tegakan hutan dengan landasan ilmiah untuk mengendalikan pemaparan tegakan, komposisi, dan pertumbuhan
·         Menggunakan berbagai perlakuan agar hutan menjadi lebih produktif, lebih bermanfaat bagi pengusahaan hutan. Bermanfaat tidak hanya bagi masyarakat keseluruhan serta Negara, baik generasi masa kini maupun generasi mendatang, secara lestari.
·         Mengintregasikan konsep ekologi dan ekonomi pada perlakuan yang sangat tepat untuk memenuhi tujuan pengusahaan hutan.






II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengertian Silvika

Ilmu silvika menurut “The Society of Amarican Foresters” dalam Manan (1976) dan Soekotjo (1977) adalah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan karakter jenis-jenis pohon hutan dan tegakan, dan kaitannya dengan faktor-faktor lingkungan. Oleh karena itu, Soerianegara & Indrawan (1998) menyatakan bahwa ilmu silvika mendekati autekologi, yaitu salah satu cabang ekologi. Lebih lanjut Odum (1998) menerangkan bahwa autekologi membahas pengkajian individu organisme atau spesies. Sejarah-sejarah hidup dan perilaku sebagai cara-cara penyesuaian diri terhadap lingkungan biasanya mendapat penekanan.
Dalam terminologi kehutanan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Soerianegara & Indrawan (1998) bahwa autekologi mempelajari suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya satu atau lebih jenis-jenis pohon. Jadi, penyelidikan autekologi mirip fisiologi tumbuh-tumbuhan, sehingga aspek-aspek tertentu dari autekologi, seperti penelitian tentang pertumbuhan pohon sering disebut fisioekologi (physiologicalecology). Soekotjo (1977) menambahkan bahwa dalam ilmu silvika, hubungan antara jenis-jenis pohon dengan lingkungannya merupakan hubungan yang saling mempengaruhi. Untuk keperluan pertumbuhannya, setiap jenis pohon membutuhkan faktor-faktor lingkungan tertentu, seperti iklim (curah hujan, suhu, angin, dan lainnya), dan tempat tumbuh (air, unsur hara, kondisi, dan lainnya). Sebaliknya, setiap jenis pohon yang tumbuh juga dapat mempengaruhi lingkungan, seperti pengendalian erosi tanah dan air, mempengaruhi iklim mikro, sebagai habitat satwa, sumber mata air, tempat rekreai, dan lain-lain.
Silvika adalah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon beserta tegakan hutan dalam katannya dengan faktor-faktor lingkungan (Arif 2001).Silvika secara garis besarnya mempelajari tentang :
  • proses-proses hidup tumbuh-tumbuhan, khususnya pohon, yang memerlukan pengetahuan tentang proses-proses kimia yang berhubungan dengan aktivitas biologis yang terjadi,
  • persyaratan tumbuh suatu tumbuhtumbuhan, khususnya pohon, yakni terkait dengan berbagai faktor, yaitu tanah, air, cahaya, atmosfir, biotik dan faktor-faktor kompleks untuk optimalisasi pertumbuhannya
  • adaptasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan tertentu.
2.2  Pengertian dan Definisi Silvikultur
Pengertian Silvikultur menurut Society of American Foresters (1950):
The art of producing and tending of forest; the application of the knowledge of silvics in the treatment of a forest; the theory and practice fo controlling forest establishment, composition and growth.Seorang Silvikulturis tidaklah menanam pohon hanya sekedar supaya pohon tumbuh kuat ditinjau dari fisiologisnya, tetapi dengan tujuan bermanfaat bagi manusia secara biologis maupun ekonomis. Kontrol silvikultur terhadap struktur dan tegakan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan biologi, pengelolaan dan ekonomis. Masyarakat secara keseluruhan telah memasuki zaman baru yang mempunyai pengertian umum terhadap konservasi sumber daya alam yang berarti “Pemanfaatan sumber daya alam yang bijaksana”. Silvikultur merupakan cara-cara mempermuda hutan secara alami dan buatan, serta pemeliharaan tegakan sepanjang hidupnya. Termasuk kedalam sivikultur ialah pengetian tentang persyaratan tapak atau tempat tumbuh pohon perilakunnya terhadap berbagai intensitas cahaya matahari, kemampuannya untuk tumbuh secara murni atau campuran, dan hal-hal lain yang mempengaruhi pertumbuhan pohon. Jadi sangatlah pentig untuk mengetahui silvikultur masing-masing jenis pohon, sebelum kita dapat mengelolah suatu hutan dengn baik.
Silvikultur dapat dianalogikan dengan ilmu agronomi dan holtikultura di pertanian, karena silvikultur dapat juga membicarakan cara-cara membudidayakan tumbuhan,dalam hal pohon – pohon hutan . Dalam pengertian lebih luas , silvikultur dapat disebut Ilmu pembinaan hutan, dengan ruang lingkup mulai dari pembijian , persemaian, penanaman lapangan, pemeliharaan hutan, dan cara-cara permudaannya. Untuk itu, seorang ahli sivikultur perlu mempelajari berbagai ilmu dasar yang mendukungnya, misalnya ilmu tanah, ilmu iklim, ilmu tumbuhan (botani) ,dendrologi, fisiologi,genetika, serta ekologi. Sekarang, ahli silvikultur pada hakikatnya adalah seorang pemraktek ekologi. Kita menanam dan memelihara hutan, tidaklah hanya untuk dikagumi keidahannya, tetapi yang utama untuk dapat memanfaatkan hutan secara lestari. Dengan demikian ,aspek ekonomi termasuk kedalam pengertian sivikultur sejak dini. Meskipun demikian, alam tetap merupakan guru kita yang tebaik. Karena itu kaidah-kaidah dalam hokum alam harus selalu diperhatikan. Hal ini sangat terlihat bika kita hendak membangun hutan tanaman, dan menggunakan jenis pohon asaing yang didatangkan dari luar kawasan , atau dari luar negeri.
Sementara penulis, seperti Baker (1950) dan Hawley and Smith (1962), membagi ilmu silvikultur atas dua bagian, yaitu silvik dan silvikultur. Demikian pula pembagian tersebut dapat diartikan sebagai dasar teori silvik dan penerapan praktek silvikultur. Tanpa memahami dasar teori, memang sulit untuk mengembangkan penerapan sivikultur di lapangan. Silvik dapat menjawab berbagai pertanyaan berikut: mengapa suatu jenis pohon dipilih untuk ditanam di suatu tapak tertentu? Mengapa ditanam secara murni atau dicampur dengan jenis lain? Mengapa ditanam dengan cara vegetatif atau generatif? Mengapa diperlukan simbiosa dengan jamur pembentuk mikoriza ? Mengapa untuk keperluan reboisasi tanah kritis diperlukan jenis pohon pionir atau pelopor? Dan sebagainya.Dengan uraian diatas, maka sekarang dapat diberikan batasan pengertian atau definisi istilah-istilah yang digunakan.
Silvik ialah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon dan tegakan hutan dalam kaitannya dengan factor-faktor lingkungannya.Silvikultur ialah ilmu dan seni menghasilkan dan memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silvik untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya.
Kehutanan ialah ilmu, seni dan praktek mengurus dan mengelolah sumberdaya hutan secara lestari bagi manfaat manusia.
Hutan ialah suatu lapangan betumbuhan pohon-pohon yang secara seluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistem. Asas Kelestarian Hasil ialah dasar atau pegangan seorang rimbawan dalam mengelolah hutan yang bertujuan menanam hasil hutan berupa kayu maupun non kayu secara lestari, tanpa membahayakan kemampuan berproduksinya. Rimbawan ialah seseorang yang karena berpendidikan, pelatihan dan pengalamannya, berkeahlian dan mampu melaksanakan kegiatan-kegitan kehutanan.Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa silvikultur menempati dan memainkan peranan sentral dalam setiap kegiatan kehutanan yang lestari. Silvikultur merupakan tiang utama dalam kehutanan. Terpulang kepada para rimbawan untuk merealisasikannya. Maanfaat hutan di Indonesia sudah semakin dikenal masyarakat ,dan sumbangannya terhadap pendapatan eksport berupa devisa dan penyerapan tenaga kerja, baik di hutan maupun pada pengolahan dipabrik dan industri perkayuan, semakin meningkat. Karena itu, pengelolaan hutan mutlak harus dapat mendukungnya.

2.3  Sistem-Sistem Silvikultur
Sistem silvikultur adalah proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, penggantian suatu tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu, atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu (Troup, 1966). Sesuai dengan asas kelestarian hasil yang mendasari pengelolaan hutan, maka pemilihan sistem silvikultur memerlukan pertimbangan yang seksama, mencakup keadaan/tipe hutan, sifat silvik, struktur, komposisi, tanah topografi, pengetahuan profesional rimbawan, dan kemampuan pembiayaan.
Proses penggantian suatu tegakan hutan dapat berlangsung puluhan tahun. 60 – 100 tahun bagi jenis-jenis pohon yang lambat tumbuhnya, misalnya jati, rasa mala, kayu besi meranti berat, resak, kapur, keruing, giam, kayu hitam, dan lain-lain. Tetapi dapat juga hanya berlangsung 10 – 30 tahun untuk jenis yang cepat tumbuh, misalnya ekaliptus, pinus, agathis, kelampayan, jabon, jenjing, akasia dan lain-lain. Kayu dari pohon yang cepat tumbuh dapat digunakan sebagai serpih kayu bagi pembuatan pulp dan kertas.
Hutan tropika basah di Indonesia, terdiri atas berbagai tipe hutan, yaitu hutan dataran rendah, hutan pegunungan, hutan bakau, hutan rawa, hutan, kerangas, dan hutan pantai. Selain itu, terdapat juga hutan pada iklim yang lebih kering, misalnya hutan musim (monsoon_forest), seperti hutan jati dan hutan ekaliptus. Masing-masing hutan tersebut mempunyai susunan jenis dan struktur yang berbeda. Demikian pula tanah-tanah tempat tumbuh serta ketinggian dari permukaan laut. Oleh karena itu, sistem silvikultur yang dipilih untuk diterapkan pada masing-masing tipe tersebut tidak perlu, dan tidak dapat seragam. Jadi, harus disesuaikan menurut kondisi tipe hutannya. Sistem silvikultur dibagi menjadi dua golongan menurut cara terjadinya tegakan atau hutannya, yaitu sistem hutan tinggi dan sistem hutan rendah. Pada sistem hutan tinggi, tegakan baru berasal dari generatif, yaitu biji-biji yang tumbuh menjadi pohon dewasa. Sedangkan pada sistem hutan rendah, tegakan berasal dari vegetatif atau trubusan (coppice). Sebagian besar dari jensi pohon komersial yang dikenal di Indonesia, dipermudakan/diremajakan dengan biji-biji dan semai (seedlings). Sebagian kecil lagi dipermudakan melalui trubusan/tebasan dan tunas, misalnya sungkai, sonokeling, lamtoro, kaliandra, kayu putih, akasia, dan lain-lain. Hasil-hasil percobaan belakangan ini, menunjukkan beberapa jenis pohon dapat dikembangbiakan melalui bioteknologi, yaitu secara kultur jaringan.
Meskipun demikian, masih banyak jenis-jenis pohon di hutan tropika basah, terutama yang digolongkan jenis kurang dikenal, masih belum diketahui sifat-sifat silviknya seperti reproduksi, pertumbuhan, toleransi, kualitas kayu, dan sebagainya.


2.4  Silvikultur Intensif
Pengertian Silvikultur intensif adalah Teknik Silvikultur yang memadukan ketiga pilar: 
  • Pemuliaan pohon
  • Manipulasi lingkungan
  • Pengendalian hama terpadu
Tujuan dari Teknik Silvikultur Intensif :
  • Menghasilkan produk hasil hutan
  • Melindungi lahan
  • Landscape
  • Makanan ternak
  • Menahan angin
  • Memperkaya ekosistem
Manfaat pelaksanaan Regim Silvikultur Intensif :
  • Hutan produktif, efisien, kompetitif dan lestari:
    • Ketrampilan berkembang
    • Penyerapan tenaga kerja
    • Memajukan infrastruktur
    • Model Pembangunan
  • Tercipta
    • Jangka panjang supply produk
    • Hutan alam tidak terganggu
    • Kualitas lingkungan meningkat
Pelaksanaan Regim Silvikutur intensif berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Tanggal 20 Juli 2004 Nomor : SK.194/VI-BPHA/2004, tentang Penunjukan Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Sebagai Model Pembangunan Sistem Silvikultur Intensif, dan Pembentukan Tim Pelaksananya.

III.             PEMBAHASAN


3.1  Peranan Ilmu silvika terhadap Pembangunan silvikultur

Menurut Prof. Dr. Ir. M. Na’im M.Agr., hutan yang akan dibangun dengan menerapkan konsep  SILIN adalah hutan tanaman komersil yang prospektif, sehat dan lestari. Hutan yang prospektif adalah  hutan yang produktivitas dan kualitas produknya tinggi. Pengelolaan hutannya juga efisien.  Hutan yang sehat adalah hutan yang mampu mewujudkan fungsi optimal sebagai hutan produksi.  Hutan lestari adalah hutan yang lahannya tetap lestari sebagai hutan produksi.
SILIN merupakan sebuah teknik silvikultur yang bertujuan meningkatkan produktivitas lahan yang tercermin dari peningkatan riap dan potensi tegakan, menjaga keseimbangan ekologi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati serta memberikan jaminan kepastian hukum dan keamanan berusaha melalui pengakuan tenurial dari berbagai pihak. Sementara secara teknis, SILIN adalah teknik silvikultur yang berusaha memadukan tiga elemen utama silvikultur, yaitu
(1)pembangunan hutan tanaman dengan jenis terpilih dan kemudian melakukan pemuliaan jenis, (2) elemen manipulasi lingkungan bagi optimalisasi pertumbuhan, dan (3) elemen pengendalian hama terpadu. Apabila pembangunan hutan tanaman tidak memenuhi tiga elemen itu secara simultan, ia bukanlah SILIN.Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana dari pengelolaan hutan yang meliputi penebangan, peremajaan, dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya (Sutisna, 2001). Sedangkan teknik silvikultur adalah penggunaan teknik-teknik atau perlakuan terhadap hutan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas hutan (Elias, 2009). Teknik silvikultur menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.11/Menhut-II/2009 antara lain berupa pemilihan jenis unggul, pemuliaan pohon, penyediaan bibit, manipulasi lingkungan, penanaman, dan pemeliharaan. Salah satu sistem silvikultur yang diterapkan di Indonesia adalah Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII). TPTII merupakan teknik silvikultur yang merupakan pengembangan dari sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan Penanaman Pengayaan (enrichment planting) dari sistem TPTI. Penebangan dilakukan dengan limit diameter 40 cm up. Pada Logged Over Area (LOA) hasil dari tebang persiapan dilakukan tebang jalur bersih selebar 3 (tiga) meter dan jalur kotor yang ditinggalkan berupa vegetasi LOA hasil tebang persiapan dengan lebar 17 m. Pada poros jalur bersih dilakukan penanaman pengayaan dengan jenis-jenis unggulan dengan jarak tanam 2,5 m sehingga jarak tanam menjadi 20 x 2,5 m2 (Indrawan, 2008).
Dengan diterapkannya sistem silvikultur TPTII ini, sudah tentu akan menyebabkan terjadinya perubahan terhadap komposisi dan struktur tegakan pada areal produksi akibat penebangan dan penjaluran untuk ditanami jenis unggulan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui keadaan tegakan pada areal bekas tebangan/LOA, khususnya pada LOA setelah 2 (dua) tahun, dan untuk mengetahui  pertumbuhan jenis Shorea leprosula Miq. yang di tanam dengan teknik silvikultur TPTII tahun kedua, serta dapat membandingkan data yang diperoleh pada penelitian ini dengan data pada penelitian sebelumnya di lokasi yang sama.

3.2 Hubungan Antara TPI Dan TPTI
Tebang pilih tanam Indonesia adalah sistem silvikultur yang mengatur cara penebangan dan permudaan buatan. Sistem silvikuktur ini merrupakan sistem yang dinilai sesuai untuk diterapkan pada hutan alam produksi dan pada hutan-hutan alam yang tak seumur di Indonesia, kecuali untuk hutan payau. Sebagai salah satu sub sistem dari sistem pengelolaan hutan, sistem silvikultur merupakan sarana utama untuk mewujudkan hutan dengan struktur dan komposisi yang dikehendaki. Pelaksanaan suatu sistem silvikultur yang sesuai dengan lingkungan setempat telah menjadi tuntutan demi terwujudnya pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Tujuan dari sistem silikultur tebang pilih tanam Indonesia adalah untuk mengatur pemanfatan hutan alam prroduksi., serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk rotasi tebang berikutnya agar terbentuk tegakan hutan campuran yang diharapakan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu dan penghara industri secara lestari.
Perbedaan yang mencolok antara sistem TPTI dibanding dengan sistem TPI adalah secara politis pemerintah menekankan perlunya pembinaan hutan, pemungutan dan pembinaan hutan harus seimbang. Pemegang HPH diwajibkan untuk melengkapi unit organisasi pembinaan hutan, yang terpisah dengan unit logging, tenaga teknis kehutanan menengah yang terampil dalam jumlah yang cukup dan anggaran yang memadai untuk kegiatan pembinaan hutan.


IV.             KESIMPULAN
·         Silvika adalah ilmu dasar dari ilmu silvikultur. Silvikultur berkenaan dengan control pembentukan, dan kualitas vegetasi hutan.
·         Sistem silvikultur adalah proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, penggantian suatu tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu, atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu
·         SILIN merupakan sebuah teknik silvikultur yang bertujuan meningkatkan produktivitas lahan yang tercermin dari peningkatan riap dan potensi tegakan, menjaga keseimbangan ekologi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati serta memberikan jaminan kepastian hukum dan keamanan berusaha melalui pengakuan tenurial dari berbagai pihak
·         Peranan silvika terhadap perkembangan silvikultur itu dari segi ilmu dasar silvikanya,sebab dalam pengelolaan hutan yang sudah dalam tahap lanjut harus berdasarkan dasar-dasar ilmu agar tidak terjadi kesalahan yang mendasar.


DAFTAR PUSTAKA

Soekotjo.Teknik Silvikultur intensif.Gadjah Mada University.2009




Comments