PERAN SILVIKA DALAM PERKEMBANGAN SILVIKULTUR INTENSIF
I.
PENDAHULUAN
Silvikultur merupakan suatu ilmu dan
seni menghasilkan serta memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silvika
untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya (Arief
2001).Silvika adalah ilmu dasar dari ilmu
silvikultur. Silvikultur berkenaan dengan control pembentukan, dan kualitas
vegetasi hutan. Hal ini hanya dapat dilakukan pada setiap hutan yang berlokasi
tertentu, bila tersedia tujuan pengelolaan yang jelas dan tegas, yang
melukiskan apa yang akan di capai. Kontrol silvikultur terhadap pembangunan
hutan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan biologi, sebab dalam
ilmu disiplin kehutanan pada dasarnya mengikuti kaidah-kaidah ilmu biologi sehingga pengelolaannya dapat menjadi
lebih efisien serta mendapatkan kualitas tanaman yang bernilai ekonomis yang
tinggi.
Dengan
berkembangnya susunan masyarakat dan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan
akan sumber daya meningkat intensitas dan diversitasnya. Efinisi Silvikultur Silvik ialah
ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon dan tegakan hutan
dalam kaitannya dengan factor-faktor lingkungannya. Silvikultur ialah ilmu dan
seni menghasilkan dan memelihara hutan dengan menggunakan pengetahuan silvik
untuk memperlakukan hutan serta mengendalikan susunan dan pertumbuhannya.
Kehutanan ialah ilmu, seni dan praktek mengurus dan mengelolah sumberdaya hutan
secara lestari bagi manfaat manusia. Hutan ialah suatu lapangan betumbuhan
pohon-pohon yang secara seluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati
beserta alam lingkungannya atau ekosistem.
Asas Kelestarian Hasil ialah dasar atau pegangan seorang
rimbawan dalam mengelolah hutan yang bertujuan menanam hasil hutan berupa kayu
maupun non kayu secara lestari, tanpa membahayakan kemampuan berproduksinya.
Rimbawan ialah seseorang yang karena berpendidikan, pelatihan dan
pengalamannya, berkeahlian dan mampu melaksanakan kegiatan-kegitan kehutanan.
Seorang Silvikulturis tidaklah menanam pohon hanya sekedar
supaya pohon tumbuh kuat ditinjau dari fisiologisnya, tetapi dengan tujuan
bermanfaat bagi manusia secara biologis maupun ekonomis. Kontrol silvikultur
terhadap struktur dan tegakan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan
biologi, pengelolaan dan ekonomis. secara keseluruhan telah memasuki zaman baru
yang mempunyai pengertian umum terhadap konservasi sumber daya alam yang
berarti “Pemanfaatan sumber daya alam yang bijaksana”.
Kemudahan
informasi yang penting tentang suatu bentuk hutan menambah wawasan baru dan
merubah pola pikir masyarakat tentang hutan itu sendiri serta membantu dalam
mempelajari dan menganalisa suatu bentuk hutan yang akan menjadi objek, yang
perlu dilestarikan. Semua praktikum yang dilakukan bermanfaat bagi pengelolaan hutan
selanjutnya, karena dengan melakukan praktikum ini ,kita dapat mengetahui
dasar- dasar ilmu silvikultur untuk dapat mengolah hutan.
Secara garis besar
batasan silvikultur dengan mengutip pendapat Asosiasi Ahli kehutanan Amerika (
Nylan, 2002 ) sebagai berikut :
·
Seni untuk membangun dan
memelihara tegakan hutan dengan landasan ilmiah untuk mengendalikan pemaparan
tegakan, komposisi, dan pertumbuhan
·
Menggunakan berbagai
perlakuan agar hutan menjadi lebih produktif, lebih bermanfaat bagi pengusahaan
hutan. Bermanfaat tidak hanya bagi masyarakat keseluruhan serta Negara, baik
generasi masa kini maupun generasi mendatang, secara lestari.
·
Mengintregasikan konsep
ekologi dan ekonomi pada perlakuan yang sangat tepat untuk memenuhi tujuan
pengusahaan hutan.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian
Silvika
Ilmu silvika
menurut “The Society of Amarican Foresters” dalam Manan (1976) dan
Soekotjo (1977) adalah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan karakter
jenis-jenis pohon hutan dan tegakan, dan kaitannya dengan faktor-faktor
lingkungan. Oleh karena itu, Soerianegara & Indrawan (1998) menyatakan
bahwa ilmu silvika mendekati autekologi, yaitu salah satu cabang ekologi. Lebih
lanjut Odum (1998) menerangkan bahwa autekologi membahas pengkajian individu
organisme atau spesies. Sejarah-sejarah hidup dan perilaku sebagai cara-cara
penyesuaian diri terhadap lingkungan biasanya mendapat penekanan.
Dalam terminologi
kehutanan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Soerianegara & Indrawan (1998)
bahwa autekologi mempelajari suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan
tumbuhnya satu atau lebih jenis-jenis pohon. Jadi, penyelidikan autekologi
mirip fisiologi tumbuh-tumbuhan, sehingga aspek-aspek tertentu dari autekologi,
seperti penelitian tentang pertumbuhan pohon sering disebut fisioekologi (physiologicalecology).
Soekotjo (1977) menambahkan bahwa dalam ilmu silvika, hubungan antara
jenis-jenis pohon dengan lingkungannya merupakan hubungan yang saling
mempengaruhi. Untuk keperluan pertumbuhannya, setiap jenis pohon membutuhkan
faktor-faktor lingkungan tertentu, seperti iklim (curah hujan, suhu, angin, dan
lainnya), dan tempat tumbuh (air, unsur hara, kondisi, dan lainnya).
Sebaliknya, setiap jenis pohon yang tumbuh juga dapat mempengaruhi lingkungan,
seperti pengendalian erosi tanah dan air, mempengaruhi iklim mikro, sebagai habitat
satwa, sumber mata air, tempat rekreai, dan lain-lain.
Silvika adalah ilmu yang mempelajari
sejarah hidup dan ciri-ciri umum pohon beserta tegakan hutan dalam katannya
dengan faktor-faktor lingkungan (Arif 2001).Silvika secara garis besarnya
mempelajari tentang :
- proses-proses
hidup tumbuh-tumbuhan, khususnya pohon, yang memerlukan pengetahuan
tentang proses-proses kimia yang berhubungan dengan aktivitas biologis
yang terjadi,
- persyaratan
tumbuh suatu tumbuhtumbuhan, khususnya pohon, yakni terkait dengan
berbagai faktor, yaitu tanah, air, cahaya, atmosfir, biotik dan
faktor-faktor kompleks untuk optimalisasi pertumbuhannya
- adaptasi
tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan tertentu.
2.2 Pengertian dan Definisi Silvikultur
Pengertian Silvikultur menurut Society of American Foresters (1950):
The art of producing and tending of forest; the application of the knowledge of silvics in the treatment of a forest; the theory and practice fo controlling forest establishment, composition and growth.Seorang Silvikulturis tidaklah menanam pohon hanya sekedar supaya pohon tumbuh kuat ditinjau dari fisiologisnya, tetapi dengan tujuan bermanfaat bagi manusia secara biologis maupun ekonomis. Kontrol silvikultur terhadap struktur dan tegakan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan biologi, pengelolaan dan ekonomis. Masyarakat secara keseluruhan telah memasuki zaman baru yang mempunyai pengertian umum terhadap konservasi sumber daya alam yang berarti “Pemanfaatan sumber daya alam yang bijaksana”. Silvikultur merupakan cara-cara mempermuda hutan secara alami dan buatan, serta pemeliharaan tegakan sepanjang hidupnya. Termasuk kedalam sivikultur ialah pengetian tentang persyaratan tapak atau tempat tumbuh pohon perilakunnya terhadap berbagai intensitas cahaya matahari, kemampuannya untuk tumbuh secara murni atau campuran, dan hal-hal lain yang mempengaruhi pertumbuhan pohon. Jadi sangatlah pentig untuk mengetahui silvikultur masing-masing jenis pohon, sebelum kita dapat mengelolah suatu hutan dengn baik.
The art of producing and tending of forest; the application of the knowledge of silvics in the treatment of a forest; the theory and practice fo controlling forest establishment, composition and growth.Seorang Silvikulturis tidaklah menanam pohon hanya sekedar supaya pohon tumbuh kuat ditinjau dari fisiologisnya, tetapi dengan tujuan bermanfaat bagi manusia secara biologis maupun ekonomis. Kontrol silvikultur terhadap struktur dan tegakan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan biologi, pengelolaan dan ekonomis. Masyarakat secara keseluruhan telah memasuki zaman baru yang mempunyai pengertian umum terhadap konservasi sumber daya alam yang berarti “Pemanfaatan sumber daya alam yang bijaksana”. Silvikultur merupakan cara-cara mempermuda hutan secara alami dan buatan, serta pemeliharaan tegakan sepanjang hidupnya. Termasuk kedalam sivikultur ialah pengetian tentang persyaratan tapak atau tempat tumbuh pohon perilakunnya terhadap berbagai intensitas cahaya matahari, kemampuannya untuk tumbuh secara murni atau campuran, dan hal-hal lain yang mempengaruhi pertumbuhan pohon. Jadi sangatlah pentig untuk mengetahui silvikultur masing-masing jenis pohon, sebelum kita dapat mengelolah suatu hutan dengn baik.
Silvikultur dapat dianalogikan dengan ilmu agronomi dan holtikultura
di pertanian, karena silvikultur dapat juga membicarakan cara-cara
membudidayakan tumbuhan,dalam hal pohon – pohon hutan . Dalam pengertian lebih
luas , silvikultur dapat disebut Ilmu pembinaan hutan, dengan ruang lingkup
mulai dari pembijian , persemaian, penanaman lapangan, pemeliharaan hutan, dan
cara-cara permudaannya. Untuk itu, seorang ahli sivikultur perlu mempelajari
berbagai ilmu dasar yang mendukungnya, misalnya ilmu tanah, ilmu iklim, ilmu
tumbuhan (botani) ,dendrologi, fisiologi,genetika, serta ekologi. Sekarang,
ahli silvikultur pada hakikatnya adalah seorang pemraktek ekologi. Kita menanam
dan memelihara hutan, tidaklah hanya untuk dikagumi keidahannya, tetapi yang
utama untuk dapat memanfaatkan hutan secara lestari. Dengan demikian ,aspek
ekonomi termasuk kedalam pengertian sivikultur sejak dini. Meskipun demikian,
alam tetap merupakan guru kita yang tebaik. Karena itu kaidah-kaidah dalam
hokum alam harus selalu diperhatikan. Hal ini sangat terlihat bika kita hendak
membangun hutan tanaman, dan menggunakan jenis pohon asaing yang didatangkan
dari luar kawasan , atau dari luar negeri.
Sementara penulis, seperti Baker (1950) dan Hawley and Smith (1962),
membagi ilmu silvikultur atas dua bagian, yaitu silvik dan silvikultur.
Demikian pula pembagian tersebut dapat diartikan sebagai dasar teori silvik dan
penerapan praktek silvikultur. Tanpa memahami dasar teori, memang sulit untuk
mengembangkan penerapan sivikultur di lapangan. Silvik dapat menjawab berbagai
pertanyaan berikut: mengapa suatu jenis pohon dipilih untuk ditanam di suatu
tapak tertentu? Mengapa ditanam secara murni atau dicampur dengan jenis lain?
Mengapa ditanam dengan cara vegetatif atau generatif? Mengapa diperlukan
simbiosa dengan jamur pembentuk mikoriza ? Mengapa untuk keperluan reboisasi
tanah kritis diperlukan jenis pohon pionir atau pelopor? Dan sebagainya.Dengan
uraian diatas, maka sekarang dapat diberikan batasan pengertian atau definisi
istilah-istilah yang digunakan.
Silvik ialah ilmu yang mempelajari sejarah hidup dan ciri-ciri umum
pohon dan tegakan hutan dalam kaitannya dengan factor-faktor
lingkungannya.Silvikultur ialah ilmu dan seni menghasilkan dan memelihara hutan
dengan menggunakan pengetahuan silvik untuk memperlakukan hutan serta
mengendalikan susunan dan pertumbuhannya.
Kehutanan ialah
ilmu, seni dan praktek mengurus dan mengelolah sumberdaya hutan secara lestari
bagi manfaat manusia.
Hutan ialah suatu lapangan betumbuhan pohon-pohon yang secara
seluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya
atau ekosistem. Asas Kelestarian Hasil ialah dasar atau pegangan seorang
rimbawan dalam mengelolah hutan yang bertujuan menanam hasil hutan berupa kayu
maupun non kayu secara lestari, tanpa membahayakan kemampuan berproduksinya. Rimbawan
ialah seseorang yang karena berpendidikan, pelatihan dan pengalamannya,
berkeahlian dan mampu melaksanakan kegiatan-kegitan kehutanan.Dari uraian di
atas dapat di simpulkan bahwa silvikultur menempati dan memainkan peranan
sentral dalam setiap kegiatan kehutanan yang lestari. Silvikultur merupakan
tiang utama dalam kehutanan. Terpulang kepada para rimbawan untuk
merealisasikannya. Maanfaat hutan di Indonesia sudah semakin dikenal masyarakat
,dan sumbangannya terhadap pendapatan eksport berupa devisa dan penyerapan
tenaga kerja, baik di hutan maupun pada pengolahan dipabrik dan industri
perkayuan, semakin meningkat. Karena itu, pengelolaan hutan mutlak harus dapat
mendukungnya.
2.3 Sistem-Sistem Silvikultur
Sistem silvikultur adalah proses penanaman, pemeliharaan,
penebangan, penggantian suatu tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu,
atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu (Troup, 1966). Sesuai dengan
asas kelestarian hasil yang mendasari pengelolaan hutan, maka pemilihan sistem
silvikultur memerlukan pertimbangan yang seksama, mencakup keadaan/tipe hutan,
sifat silvik, struktur, komposisi, tanah topografi, pengetahuan profesional
rimbawan, dan kemampuan pembiayaan.
Proses penggantian suatu tegakan hutan dapat berlangsung puluhan
tahun. 60 – 100 tahun bagi jenis-jenis pohon yang lambat tumbuhnya, misalnya
jati, rasa mala, kayu besi meranti berat, resak, kapur, keruing, giam, kayu
hitam, dan lain-lain. Tetapi dapat juga hanya berlangsung 10 – 30 tahun untuk
jenis yang cepat tumbuh, misalnya ekaliptus, pinus, agathis, kelampayan, jabon,
jenjing, akasia dan lain-lain. Kayu dari pohon yang cepat tumbuh dapat
digunakan sebagai serpih kayu bagi pembuatan pulp dan kertas.
Hutan tropika basah di Indonesia, terdiri atas berbagai tipe hutan,
yaitu hutan dataran rendah, hutan pegunungan, hutan bakau, hutan rawa, hutan,
kerangas, dan hutan pantai. Selain itu, terdapat juga hutan pada iklim yang
lebih kering, misalnya hutan musim (monsoon_forest), seperti hutan jati dan
hutan ekaliptus. Masing-masing hutan tersebut mempunyai susunan jenis dan
struktur yang berbeda. Demikian pula tanah-tanah tempat tumbuh serta ketinggian
dari permukaan laut. Oleh karena itu, sistem silvikultur yang dipilih untuk
diterapkan pada masing-masing tipe tersebut tidak perlu, dan tidak dapat
seragam. Jadi, harus disesuaikan menurut kondisi tipe hutannya. Sistem silvikultur
dibagi menjadi dua golongan menurut cara terjadinya tegakan atau hutannya,
yaitu sistem hutan tinggi dan sistem hutan rendah. Pada sistem hutan tinggi,
tegakan baru berasal dari generatif, yaitu biji-biji yang tumbuh menjadi pohon
dewasa. Sedangkan pada sistem hutan rendah, tegakan berasal dari vegetatif atau
trubusan (coppice). Sebagian besar dari jensi pohon komersial yang dikenal di
Indonesia, dipermudakan/diremajakan dengan biji-biji dan semai (seedlings).
Sebagian kecil lagi dipermudakan melalui trubusan/tebasan dan tunas, misalnya
sungkai, sonokeling, lamtoro, kaliandra, kayu putih, akasia, dan lain-lain. Hasil-hasil
percobaan belakangan ini, menunjukkan beberapa jenis pohon dapat
dikembangbiakan melalui bioteknologi, yaitu secara kultur jaringan.
Meskipun demikian, masih banyak jenis-jenis pohon di hutan tropika basah, terutama yang digolongkan jenis kurang dikenal, masih belum diketahui sifat-sifat silviknya seperti reproduksi, pertumbuhan, toleransi, kualitas kayu, dan sebagainya.
Meskipun demikian, masih banyak jenis-jenis pohon di hutan tropika basah, terutama yang digolongkan jenis kurang dikenal, masih belum diketahui sifat-sifat silviknya seperti reproduksi, pertumbuhan, toleransi, kualitas kayu, dan sebagainya.
2.4
Silvikultur Intensif
Pengertian Silvikultur intensif adalah Teknik
Silvikultur yang memadukan ketiga pilar:
- Pemuliaan pohon
- Manipulasi lingkungan
- Pengendalian hama terpadu
Tujuan dari Teknik Silvikultur Intensif :
- Menghasilkan produk hasil hutan
- Melindungi lahan
- Landscape
- Makanan ternak
- Menahan angin
- Memperkaya ekosistem
Manfaat pelaksanaan Regim Silvikultur Intensif :
- Hutan produktif, efisien,
kompetitif dan lestari:
- Ketrampilan
berkembang
- Penyerapan
tenaga kerja
- Memajukan
infrastruktur
- Model
Pembangunan
- Tercipta
- Jangka
panjang supply produk
- Hutan
alam tidak terganggu
- Kualitas
lingkungan meningkat
Pelaksanaan
Regim Silvikutur intensif
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Tanggal 20 Juli
2004 Nomor : SK.194/VI-BPHA/2004, tentang Penunjukan Pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Sebagai Model Pembangunan Sistem
Silvikultur Intensif, dan Pembentukan Tim Pelaksananya.
III.
PEMBAHASAN
3.1 Peranan
Ilmu silvika terhadap Pembangunan silvikultur
Menurut Prof. Dr. Ir. M. Na’im
M.Agr., hutan yang akan dibangun dengan menerapkan konsep SILIN adalah
hutan tanaman komersil yang prospektif, sehat dan lestari. Hutan yang prospektif
adalah hutan yang produktivitas dan kualitas produknya
tinggi. Pengelolaan hutannya juga efisien. Hutan yang sehat
adalah hutan yang mampu mewujudkan fungsi optimal sebagai hutan
produksi. Hutan lestari adalah hutan yang lahannya tetap
lestari sebagai hutan produksi.
SILIN
merupakan sebuah teknik silvikultur yang bertujuan meningkatkan produktivitas
lahan yang tercermin dari peningkatan riap dan potensi tegakan, menjaga
keseimbangan ekologi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati serta
memberikan jaminan kepastian hukum dan keamanan berusaha melalui pengakuan
tenurial dari berbagai pihak. Sementara secara teknis, SILIN adalah teknik
silvikultur yang berusaha memadukan tiga elemen utama silvikultur, yaitu
(1)pembangunan hutan tanaman dengan
jenis terpilih dan kemudian melakukan pemuliaan jenis, (2) elemen manipulasi
lingkungan bagi optimalisasi pertumbuhan, dan (3) elemen pengendalian hama
terpadu. Apabila pembangunan hutan tanaman tidak memenuhi tiga elemen itu
secara simultan, ia bukanlah SILIN.Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan
berencana dari pengelolaan hutan yang meliputi penebangan, peremajaan, dan
pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil
hutan lainnya (Sutisna, 2001). Sedangkan teknik silvikultur adalah penggunaan
teknik-teknik atau perlakuan terhadap hutan untuk mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas hutan (Elias, 2009). Teknik silvikultur menurut
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.11/Menhut-II/2009 antara lain berupa
pemilihan jenis unggul, pemuliaan pohon, penyediaan bibit, manipulasi
lingkungan, penanaman, dan pemeliharaan. Salah satu sistem silvikultur yang
diterapkan di Indonesia adalah Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII).
TPTII merupakan teknik silvikultur yang merupakan pengembangan dari sistem
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan Penanaman Pengayaan (enrichment
planting) dari sistem TPTI. Penebangan dilakukan dengan limit diameter 40
cm up. Pada Logged Over Area (LOA) hasil dari tebang persiapan dilakukan
tebang jalur bersih selebar 3 (tiga) meter dan jalur kotor yang ditinggalkan
berupa vegetasi LOA hasil tebang persiapan dengan lebar 17 m. Pada poros jalur
bersih dilakukan penanaman pengayaan dengan jenis-jenis unggulan dengan jarak
tanam 2,5 m sehingga jarak tanam menjadi 20 x 2,5 m2 (Indrawan, 2008).
Dengan
diterapkannya sistem silvikultur TPTII ini, sudah tentu akan menyebabkan
terjadinya perubahan terhadap komposisi dan struktur tegakan pada areal
produksi akibat penebangan dan penjaluran untuk ditanami jenis unggulan. Penelitian
ini dilaksanakan untuk mengetahui keadaan tegakan pada areal bekas tebangan/LOA,
khususnya pada LOA setelah 2 (dua) tahun, dan untuk mengetahui pertumbuhan jenis Shorea leprosula Miq.
yang di tanam dengan teknik silvikultur TPTII tahun kedua, serta dapat
membandingkan data yang diperoleh pada penelitian ini dengan data pada
penelitian sebelumnya di lokasi yang sama.
3.2 Hubungan Antara TPI Dan TPTI
Tebang pilih tanam Indonesia adalah sistem silvikultur yang
mengatur cara penebangan dan permudaan buatan. Sistem silvikuktur ini
merrupakan sistem yang dinilai sesuai untuk diterapkan pada hutan alam produksi
dan pada hutan-hutan alam yang tak seumur di Indonesia, kecuali untuk hutan
payau. Sebagai salah satu sub sistem dari sistem pengelolaan hutan, sistem
silvikultur merupakan sarana utama untuk mewujudkan hutan dengan struktur dan
komposisi yang dikehendaki. Pelaksanaan suatu sistem silvikultur yang sesuai
dengan lingkungan setempat telah menjadi tuntutan demi terwujudnya pengelolaan
hutan yang berkelanjutan.
Tujuan dari sistem silikultur tebang pilih tanam Indonesia
adalah untuk mengatur pemanfatan hutan alam prroduksi., serta meningkatkan
nilai hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk
rotasi tebang berikutnya agar terbentuk tegakan hutan campuran yang diharapakan
dapat berfungsi sebagai penghasil kayu dan penghara industri secara lestari.
Perbedaan yang mencolok antara
sistem TPTI dibanding dengan sistem TPI adalah secara politis pemerintah
menekankan perlunya pembinaan hutan, pemungutan dan pembinaan hutan harus
seimbang. Pemegang HPH diwajibkan untuk melengkapi unit organisasi pembinaan
hutan, yang terpisah dengan unit logging, tenaga teknis kehutanan menengah yang
terampil dalam jumlah yang cukup dan anggaran yang memadai untuk kegiatan
pembinaan hutan.
IV.
KESIMPULAN
·
Silvika adalah ilmu dasar dari
ilmu silvikultur. Silvikultur berkenaan dengan control pembentukan, dan
kualitas vegetasi hutan.
·
Sistem silvikultur adalah
proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, penggantian suatu tegakan hutan
untuk menghasilkan produksi kayu, atau hasil hutan lainnya dalam bentuk
tertentu
·
SILIN merupakan sebuah teknik
silvikultur yang bertujuan meningkatkan produktivitas lahan yang tercermin dari
peningkatan riap dan potensi tegakan, menjaga keseimbangan ekologi dengan
mempertahankan keanekaragaman hayati serta memberikan jaminan kepastian hukum
dan keamanan berusaha melalui pengakuan tenurial dari berbagai pihak
·
Peranan silvika terhadap perkembangan
silvikultur itu dari segi ilmu dasar silvikanya,sebab dalam pengelolaan hutan
yang sudah dalam tahap lanjut harus berdasarkan dasar-dasar ilmu agar tidak
terjadi kesalahan yang mendasar.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekotjo.Teknik Silvikultur intensif.Gadjah Mada University.2009
Comments
Post a Comment